Halo teman-teman! Ini adalah salah satu Tradisi unik yang tetap dilaksanakan oleh masyarakat bali di tengah era modernisasi ini.
Bali menyimpan Budaya dan sejarah yang begitu beragam. Perang Pandan atau Mekare-kare adalah salah satu tradisi yang berasal dari Desa Tengenan, Kabupaten Karangasem, Bali. Tradisi Perang Pandan ini telah diturunkan dari gernerasi ke generasi dan bertahan hingga ratusan tahun. Setiap tahunnya, masyarakat setempat akan menggelar tradisi perang ini sebagai bentuk pennghormatan kepada Dewa Indra, Dewa Peperangan dalam Agama Hindu.
Awal mula adanya Perang Pandan ini ternyata berasal dari Cerita Rakyat. Dahulu kala, Tenganan merupakan sebuah wilayah yang dipimpin oleh seorang raja bernama Maya Denawa. Raja Maya Denawa memimpin wilayah Tenganan dengan semena-mena. Ia bahkan mengaku dirinya sebagai seorang dewa sehingga rakyat pun harus tunduk melakukan ritual keagamaan sesuai yang ia kehendaki. Karena kelancangannya, para dewata pun murka dengan Raja Maya Denawa. Diutuslah Dewa Indra untuk turun ke bumi guna memerangi sang raja yang semena-mena. Peperangan itu pada akhirnya berhasil dimenangkan oleh Dewa Indra.
Kini, masyarakat Desa Tenganan rutin menjadikan ritual peperangan ini sebagai ritual tahunan. Meski mengandung unsur kekerasan, namun darah yang tumpah dilambangkan sebagai bentuk persembahan kepada Dewa Indra.
Selain itu, tradisi ini juga digunakan untuk memohon kesuburan di tanah Tenganan.
Tradisi ini memerlukan persiapan yang matang sebelum benar-benar dilaksanakan. Sedikitnya dibutuhkan waktu 10 hari sebelum ritual perang dimulai. Pelaksanaannya juga harus mengikuti penanggalan Desa Adat Tenganan. Biasanya, ritual ini dilakukan pada sasih kalima atau bulan kelima dalam kalender Desa Adat Tenganan. Ritual peperangannya sendiri memakan waktu selama 2 hari berturut-turut dimulai pukul 14.00 WITA hingga selesai.
Meskipun melibatkan kekerasan di dalamnya, namun tidak ada batasan usia dalam tradisi peperangan ini. Duel dilakukan satu lawan satu dan siapa saja boleh ikut asalkan sudah siap mental. Walaupun terlibat duel hingga berdarah-darah, namun usai perang selesai tak boleh ada pihak yang sakit hati. Semua harus kembali seperti semula karena ritual ini hanya untuk melestarikan tradisi.
Perang ini disebut perang pandan karena senjata yang digunakan oleh para pemain adalah daun pandan berduri. Daun ini diikat menjadi satu hingga membentuk gada lalu masing-masing petarung dibekali tameng yang terbuat dari anyaman rotan. Fungsi dari tameng tersebut adalah untuk melindungi diri agar tidak terkena sabetan daun pandan. Sebab, sekali terkena sabetan maka darah akan mengucur dengan deras.
Selama ritual peperangan, penonton akan mendengar gamelan seloding. Seloding adalah alat musik tradisional dari Tenganan yang tidak boleh dimainkan oleh sembarang orang. Hanya orang yang telah disucikan saja yang boleh memainkan alat musik ini. Selain itu, gamelan seloding juga hanya dimainkan pada acara tertentu saja. Alat tersebut juga memiliki pantangan yang tidak boleh dilanggar, yaitu tidak boleh menyentuh tanah.
Sumber : IG jurnalistikoneska
Tidak ada komentar:
Posting Komentar